Hukum Wanita Haid yang Berdiam di Masjid

         Haid adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan pada seluruh kaum perempuan. Kata haid menurut bahasa artinya adalah banjir/mengalir. Oleh sebab itu, apabila terjadi banjir pada suatu lembah, maka orang Arab menyebutnya sebagai haadha al-waadi. Sedangkan menurut syara’ ialah darah yang keluar dari ujung rahim perempuan ketika dia dalam keadaan sehat, bukan semasa melahirkan bayi atau semasa sakit, dan darah tersebut keluar pada masa tertentu. Kebiasaannya, warna darah haid adalah hitam, sangat panas, terasa sakit, dan berbau busuk. Allah SWT berfirman :

وَيَسْئَـلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ صلى قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَآءَ فِي الْمَحِيْضِ صلى وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ صلى  فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ ج  إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّبِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ   

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperitahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al- Baqarah:222).

         Seorang wanita menjalani masa haid pada masa-masa tertentu, menurut Imam Malik, tidak ada batasan minimal masa haid. Imam Malik berpendapat ketika kelamin wanita mengeluarkan darah maka darah itu disebut darah haid. Menurut Imam Syafi’i, batas minimal adalah satu hari satu malam, sedangkan Imam Abu Hanifah, minimal tiga hari. Sedangkan untuk batas maksimal menurut Imam Malik dan Imam Syafi’I sepakat bahwa batas maksimal masa haid adalah 15 hari. Imam Abu Hanifah berbeda pendapat yakni batas maksimal masa haid, selama 10 hari.

Baca juga artikel kami Suci Dari Haid Dan Nifas

         Terjadi perbedaan pendapat, tentang hukum wanita haid masuk dan menetap di dalam masjid. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, wanita haid haram masuk masjid secara mutlak, baik berdiam diri maupun sekedar lewat. Sementara menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, Wanita haid haram lewat di dalam masjid jika mengkhawatirkan mengotorinya, sebab mengotori masjid dengan najis haram. Jika wanita haid tersebut yakin tidak akan mengotori masjid maka Syafi’iyah dan Hanabilah membolehkan  berlalu di dalam masjid. Juga, karena terdapat riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, “ Ambilkan aku sajadah (tikar) dari masjid. Maka aku menjawab, ‘Aku sekarang sedang haid.’ Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu tidak terletak ditangan.”

Berdasarkan riwayat dari Maimunah r.a. yang berkata, “Salah seorang dari kami membawa sajadah (tikar) ke masjid lalu menghamparkannya, padahal ia sedang haid.” Ulama Hanabilah juga membolehkan Wanita yang sedang haid untuk duduk di dalam masjid dengan berwudhu terlebih dahulu sesudah darah kering.

         Rasulullah SAW melarang hal ini berdasarkan sabda beliau,

لاَ أُحِلُّ المَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَجُنُبٍ

“Aku tidak menghalalkan bagi orang haid atau junub memasuki masjid.”

 (H.R. Abu Dawud) Fiqh islam wa adillatuhu, sirojul munir

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top